Selasa, 19 Januari 2016

Ekbis_Sol Sepatu Demi Biayai Anak Sekolah

Sol Sepatu Demi Biayai Anak Sekolah

MENGHARAPKAN anak-anak memiliki kehidupan yang lebih baik, merupakan dambaan semua orangtua. Karena itu, apapun dilakukan demi dan atas nama masa depan kehidupan anak-anak. Tak terkecuali yang dilakoni Safrudin Yusuf.  Walau hanya berkiprah sebagai seorang tukang sol sepatu, Safrudin tetap memiliki optimsitis bahwa untuk kebaikan anak-anaknya, pendidikan merupakan salah satu jalan terbaik .“Jadi saya tekuni pekerjaan ini supaya anak-anak saya bisa sekolah dan masa depannya menjadi lebih baik dari saya,” cerita Safrudin kepada VN, Rabu (20/8).

Pria sederhana itu telah menekuni pekerjaannya sejak tahun 1992. Semuanya berawal ketika gempa meluluhlantakkan Pulau Flores termasuk Kota Ende, tempat tinggal Safrudin bersama keluarganya. Pilihan untuk menjadi tukang sol sepatu karena pekerjaan itulah yang bisa dilakukan dirinya.
Apalagi, pekerjaan sebagai tukang sol sepatu tidak membutuhkan modal yang terlampau besar.
 
Hanya mengandalkan, jarum jahit, lem, dan benang, pekerjaan tersebut sudah bisa dilaksanakan. Bagi Safrudin, tidak ada pekerjaan yang buruk, asalkan dikerjakan dengan hati dan niat yang tulus.
Bapak lima orang anak itu kemudian bercerita, dirinya memulai pekerjaannya tepat pukul 07.00 Wita. Untuk itu, Safrudin harus berjalan kaki dari kediamannya di Jalan Perwira RT 04/RW 03, Kota Ende ke tempat mangkalnya di Jalan Soekarno-Hatta yang berjarak kurang lebih 1,5 kilometer. Safrudin memilih mangkal di Jalan Soekarno karena jalur tersebut sangat ramai dikunjungi oleh warga masyarakat.

Biasanya, setiap hari dirinya bisa mereperasi sepatu rusak milik pengguna jasanya hingga lima pasang. Dengan tarif Rp 10 ribu, dalam sehari Safrudin bisa mengantongi uang Rp 50 ribu. Namun, dikala menjelang musim tahun ajaran baru, Safrudin mengaku bisa memperbaiki enam sampai tujuh pasang sepatu rusak.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari, uang hasil sol sepatu disisihkan untuk biayai pendidikan anak-anaknya. Walau terlihat sedikit, tapi dengan pola hidup hemat, Safrudin masih mampu menyekolahkan empat orang anaknya di bangku SMA, SMP, dan SD. “Pendidikan itu sangat penting bagi anak-anak. Jadi orangtua wajib memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya,” kata Safrudin.
Diakhir percakapan dengan VN, Safrudin menitipkan pesan supaya Pemerintah Kabupaten Ende dapat memodali dirinya untuk membeli keperluan usahanya yang dari sisi bisnis tidak memberi keuntungan besar. “Paling tidak modal yang diberikan bisa bantu-bantu usaha saya saat ini,” harap Safrudin. (tommy nulangi/R-2)

Berita_Kecamatan Tana Rea Dimekarkan 2018

Kecamatan Tana Rea Dimekarkan 2018

SEBANYAK 10 Desa yang ada wilayah adat Tana Rea telah menyatakan kesiapannya ingin memekarkan diri menjadi Kecamatan Tana Rea. Pemekaran Tanah Rea menjadi Kecamatan dari Kecamatan induk Nangapanda, akan direalisasikan pada tahun 2018. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende Antonius Yohanes Bata dalam dialog bersama para kepala desa dan tokoh masyarakat dari sepuluh desa tersebut di aula SMP Negeri 5 Orakeri, Sabtu (5/12).

Dijelaskannya, Tana Rea belum dapat dimekarkan menjadi kecamatan baru dalam waktu dekat. Hal itu lanjutnya, mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemekaran Kecamatan.  Menurutnya, dalam PP tersebut mengamanatkan, untuk membentuk sebuah kecamatan baru minimal terdapat 10 Desa yang menyatakan kesediaan untuk membentuk suatu kecamatan.

Desa yang akan digabungkan menjadi kecamatan, juga harus minimal penyelenggaraan pemerintahannya telah berlangsung selama lima tahun. Sedangkan, lima desa yang ada di Tana Rea masih kurang dari lima tahun dipisahkan dari desa induk. Kelima desa tersebut yakni Desa Romarea, Desa Mbobhenga, Desa Timba Zia, Desa Malawaru, dan Desa Tenda Ondo.
“Kelima desa tersebut baru menjadi desa definitif rata-rata tiga tahun,” ujarnya.

Ketua Panitia Pemekaran Tana Rea Laurensius Petu mengatakan, panitia pemekaran kecamatan sementara melengkapi persyaratan, seperti administrasi, wilayah, dan tempat untuk menjadi ibu kota kecamatan. Menurutnya, panitia juga telah menyiapkan lahan sebagai tempat untuk pembangunan kantor kecamatan seluas lima hektare.

Lahan tersebut telah diserahkan oleh Mosa Laki Suku Timu dan telah dibuatkan berita acara. “Lahan yang telah disiapkan oleh panitia itu, dulu kampung lama di Mboa Sa, di Desa Mbobhenga seluas lima hektare,” ujarnya. Dia menambahkan, 10 desa yang berada di wilayah Tana Rea memiliki potensi alam yang menjanjikan.

Hasil komoditi di sepuluh desa tersebut sangat berlimpah seperti kemiri, kakao, dan kopi, serta cengkeh.  Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Ende lainnya Johannes Pela dalam kesempatan itu mengatakan, sebagai wakil rakyat, Komisi I akan memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut. Perjuangan tersebut menurutnya, membutuhkan proses yang lama. “Kita akan memperjuangkan dalam sidang Dewan dan bisa terjawab sekitar tahun 2018 sesuai dengan amanat PP Nomor 19. Jadi bapak ibu jangan cemas kalau pemekaran tahun 2018. Lamban tidak berarti tidak jadi. Pelan tapi pasti,” ujarnya. (tom/R-3)

Berita_Jaksa jangan Permainkan Kasus Korupsi

Jaksa jangan Permainkan Kasus Korupsi


APARAT Kejaksaan Negeri Ende diminta untuk tidak mempermainkan kasus-kasus korupsi. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, jaksa harus menuntaskan kasus-kasus tersebut.  Penegasan itu dikemukakan Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Masyarakat (Pusam) Indonesia Kasimirus Bhara Beri, di Ende, Selasa (9/12).


Kasimirus meminta aparat penegak hukum, khususnya jaksa menuntaskan semua tunggakan kasus korupsi di Kabupaten Ende. Karena, akibat belum tuntasnya tunggakan kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan sampai dengan saat ini, tidak memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
“Di hari anti korupsi ini, kalau kita lihat di Kabupaten Ende sepertinya berbalik. Upaya pemberantasan korupsi sepertinya sangat sulit, karena tidak ada semacam niat baik dari aparat penegak hukum khususnya kejaksaan, sehingga belum ada kepastian hukum tetap untuk kasus korupsi,” kata Kasimirus.

Dijelaskannya, aparat kejaksaan dan kepolisian hendaknya menjadi ujung tombak dalam pemberantasan korupsi di Kabupaten Ende. Namun, sepertinya upaya tersebut belum memberikan sinyal baik. “Aparat penegak hukum sepertinya hanya bisa menyediakan peti mati, lalu dikunci rapi-rapi dari luar, tanpa ada upaya penyelesaian lanjutan,” ujarnya.

Menurut Kasimirus, munculnya korupsi mulai dari tidak adanya langkah penghematan yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintah. Oleh karena itu, jika secara nasional telah dilakukan upaya penghematan, maka pemerintah daerah harus dapat melakukan upaya penghematan, misalnya belanja untuk kendaraan roda empat dihentikan.

Kemudian juga, perjalanan dinas yang dirasakan tidak penting harus dihentikan. Hal itu dilakukan supaya tidak terjadi lagi kasus semacam SPPD fiktif di Sekretariat Dewan yang merugikan negara miliaran rupiah yang saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian.

Tunggakan Kasus Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende Ery Ariansyah Harahap mengatakan, Kejari Ende masih menunggak sekitar delapan kasus korupsi yang saat ini sedang ditangani. Kedelapan kasus tersebut yakni kasus Dana Bansos pasca bencana alam untuk melakukan rekonstruksi, dan rehabilitasi pasca bencana pada tahun 2012.

Kemudian kasus korupsi Dana Bansos di Kabupaten Ende tahun 2009 sebesar Rp 5 miliar, dan tahun 2010 sebesar Rp 2 miliar. Selain itu, ada kasus korupsi pembelian lahan untuk TPU dan TPA pada tahun 2008, dan 2010 yang merugikan negara miliaran rupiah. Kemudian ada kasus pungli kendaraan DAK di Dinas Perhubungan Kabupaten Ende pada tahun 2009-2014.

Dia menambahkan, pihaknya tetap mengusut tuntas semua tunggakan kasus korupsi tersebut. Menurutnya, butuh proses dan waktu untuk menuntaskan tunggakan kasus korupsi tersebut.  Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Ende Johannes Pela mengatakan, kejaksaan dan kepolisian harus segera menuntaskan segala tunggakan kasus korupsi di Kabupaten Ende.

Menurutnya, upaya preventif seperti melakukan sosialisasi harus segera dilakukan dan menjadi tugas semua elemen masyarakat untuk melakukan pencegahan. Selain itu, khusus untuk pemerintah daerah supaya dalam menetapkan anggaran agar jauh dari aroma korupsi. (R-2)

Jumat, 15 Januari 2016

Cerita_Bela Duren Di Lereng Bukit Kulonprogo



Bela Duren Di Lereng Bukit Kulonprogo

Oleh: Tommy M Nulangi

Kamis, (14/1/2016) saat terbangun dari tidur, saya melihat jam di handphone dan waktu menunjukan pukul 11.30 Wib. Setelah melihat jam, saya sempatkan membaca semua pesan yang masuk  di handphone. Saya membaca semua pesan baik di WA, BBM, Line, dan SMS. Yang menarik ketika saya membaca pesan di grup WA KB PEP-A 2015, ternyata di grup itu teman-teman membicarakan rencana untuk pergi ketempat mas Eko di Kulonprogo. Pembicaraan ini berawal dari teman saya Bung Anom namanya menshare pesan yang disampaikan mas eko ke grup WA kami. Seketika setelah mas Anom shere, teman-teman langsung meresponnya dengan baik.

Memang agenda jalan-jalan ketempat Mas Eko sudah direncanakan jauh sebelumnya. Hanya saja selama ini kami disibukan dengan perkuliahan dan tugas yang minta ampun banyak. Hampir sebulan lebih kami bergulat dengan tugas sehingga otak ini butuh refresing. Kebetulan hari rabu (13/1/2015) kami selesai UAS sehingga teman-teman merencanakan agenda liburan bersama sebelum mereka pulang kampungnya masing-masing. Akhirnya setelah menyimak pembicaraan di grup WA kami sepakat untuk jalan ketempat mas Eko hari itu juga.

Kamipun sepakat supaya berkumpul di depan Kampus UNY tepat pukul 14.00 Wib. Tepat pukul 14.00 Wib saya bergegas ke kampus dan mendapati tiga teman saya yang lebih dahulu menunggu. Mereka adalah Bung Danny, Mba Nissa, dan Mba Icoz. Lama menunggu akhirnya Bung Anom, Bung Bangun, Mba Wenny, Mba Icha, Mba Rita, Mba Ve datang. Namun Mba Unny mengatakan dirinya kemudian menyusul karena harus temani keluargannya yang akan melakukan operasi di rumah sakit. Sedangkan Mas Eko menunggu kami di Godean.

Sekiar pukul 15.30 Wib kami sepakat untuk jalan. Kamipun bergegas ke tempat Mas Eko. Sampai di Godean Mas Eko yang sudah lama menunggu langsung menujukan jalan bagi kami. Dalam perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan yang indah. Pemandangan alam yang sangat asri yang tidak ada duannya. Pemandangan yang indah itu seakan membayar semua kepenatan yang kami alami karena aktifitas perkuliahan. Sajian deretan persawahan dan perbukitan menjadikan perjalanan kami semakin berkesan. 

Di daerah persawahan ini kami istirahat karena ada teman-teman melakukan sholat. Saya dengan teman-teman lain mengabadikan pemandangan itu. Kami berfoto ria. Pada saat itu juga Mba Unny datang. Dia datang sendirian. Mba Unny asli Jogjakarta. Jadi hampir semua daerah disekitar jogja dia tau. Dia adalah sosok cewe yang sangat tangguh dan pemberani. 

****
Setelah melakukan solat, kami melanjutkan perjalanan kami. Jalan berkelok dan menanjak diantara perbukitan Kulonprogo seakan menguji adrenalin bagi siapa saja pengendara yang melewatinya. Memang jalannya menanjak sekali, tapi kalau dibanding dengan kampung saya di Malaara, Ende, Flores, NTT belum ada apa-apa. Disana selain menanjak dan curam, jalan bagaikan kubangan, batu lepas dan masih banyak lagi masalah jalan yang dapat ditemui disana. Meskipun demikian, ternyata teman-teman saya semuanya pemberani. Tidak ada yang takut. Bahkan ada beberapa teman cewek yang dengan santai mengendarai speda motor di tanjakan itu dengan santai. Dalam hati saya mengatakan, sungguh mereka adalah wanita-wanita tangguh. 

Sekitar sejam dalam perjalanan, kamipun tiba dipuncak bukit Kulonprogo. Kami parkir motor disebuah rumah diatas bukit itu karena kami harus berjalan kaki, turun lagi di sebelah bukit tersebut menuju ke rumah Mas Eko. Dalam hati saya berguman, kalau mau bandingkan di kampung saya turun dari Oja ke Malaara, di kulonprogo belum apa-apanya bro. Disana turunnya masih lebih bro.
Untuk menghilangkan rasa cape, kamipun mengabadikan gambar. Biasanya pada sesi ini teman-teman sangat semangat. Karena teman-teman tentu mengeluarkan ekspresi gaya yang dimiliki agar terlihat indah digambar. Biasannya saya menjadi korban kalau pada sesi ini. Korban karena saya tidak ada dalam foto, maklum saya yang pegang kamera. Namun perjalanan kali ini saya tdak mau ketinggalan dalam jepretan kamera. Karena saya berpikir ini adalah kebersamaan yang tidak ada duannya.

Sekitar satu kilo meter lebih kami turun dari bukit itu. Menyusuri lereng bukit Kulonprogo itu. Bukit itu terjal sekali, sehingga kami harus berhati-hati. Dengan kehati-hatian itu, akhirnya kami mendapati rumah Mas Eko. Rumahnya besar sekali. Rumah itu seperti ada dalam film-film tanah air. Rumah itu berdiri kokoh sendiri, dan tidak ada rumah lain disekitar yang mengapitinnya.
Kamipun segera disambut oleh ayah dan ibu serta adiknya Mas Eko. Mereka ramah dan baik sekali. Setelah bersalaman kami duduk dirumah itu sebentar. Kemudian kami keluar dan tidak lupa mengabadikan foto didepan rumah Mas Eko. 

Tidak lama berselang kami disuguhkan dengan minuman teh. Kamipun minum tehnya dan tidak lupa melakukan foto-foto. Kali ini yang menjadi juru kamerannya adalah Mba Unny. Dia cantik sekali. Senyumnya juga manis. Mba Unny orangnya cekatan, lincah, ceria, dan suka blak-blakan. Dia biasannya malu-malu tapi mau. Tapi jangan salah dia juga suka marah-marah. 

Setelah minum teh, kami makan duren. Makan duren adalah tujuan utama kami datang kerumah Mas Eko. Satu persatu duren yang ada dibelah. Saya memang tidak tau cara membela duren, sehingga hanya menjadi penonton. Dengan sigap Bung Danny menjadi orang pertama yang membela duren. Buah berikutnya Mba Icha dan Mas Eko yang membelanya. Setelah durennya dibela kamipun makan. Ternyata duren Kuloprogo enak sekali. Dagingnya tebal dan biji dalamnya kecil. Sekitar lima buah duren yang kami habiskan saat itu.

***
Hari mulai gelap, jam menunjukan pukul 18.00. Kamipun masuk kemali kedalam rumah. Sebagian teman saya melakukan sholat magrib. Selesai solat kami kemudian pamit pulang kepada Ayah, Ibu dan Adik Mas Eko. Kali ini kami harus mendaki lagi jalan tadi. Walaupun malam gelap dan berbekal senter serta semangat kebersamaan akhirnya kami mencapai kembali puncak bukit kuloprogo itu.

Keringat mengalir bagaikan air. Kami terpaksa beristirahat sebentar diatas puncak bukit tersebut. Bersamaan dengan itu, diatas puncak angin seolah-olah tahu apa keinginan kami. Dia berhembus sepoi-sepoi seolah menghapus setiap tetesan keringat ditubuh. Keringatpun mulai mongering. Kami kemudian star motor dan pulang. Tiba di Godean kami makan Bakso bersama disalah satu warung. Hampir setengah jam kamipun melanjutkan perjalanan pulang kerumah dan ke kos kami masing-masing dengan selamat...

Semoga kekompakan ini tetap kita jaga teman-teman. Semoga kedepan kita bias agendakan lagi. Selamat berlibur teman-teman…

Jogjakarta, Kamis 14 Januari 2015

Tommy M Nulangi